Selasa, 10 Januari 2017

Menanamkan Akhlaq Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 5)


🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 01 Rabi'ul Akhir 1438 H / 30 Desember 2016 M
👤 Ustadz Abdullāh Zaen MA
📔 Materi Tematik | Menanamkan Akhlak Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 5 dari 5)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-AkhlakMulia-05
🌐 Sumber: https://youtu.be/rgdmJJrbxho
-----------------------------------

MENANAMKAN AKHLAQ YANG MULIA KEPADA ANAK BAGIAN 5 DARI 5
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, َ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا الله الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ,فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allāh Tabāraka Ta'āla.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, kepada para shahābatnya, keluarganya, dan umatnya yang setia mengikuti tuntunannya, hingga diakhir nanti.
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita akan lanjutkan pembahasan tentang fiqih pendidikan anak.
Jadi, kalau misalnya ibu-ibu, bapak-bapak, para pendengar, para pemirsa yang berbahagia di manapun Anda berada, kalau misalnya Anda kadang-kadang bercanda dengan anak, maka anak akan merasa dekat dengan kita.
Kalau misalnya anak sudah dekat dengan kita, apa buahnya?
Buahnya itu kita akan lebih mudah untuk menanamkan nilai-nilai yang positif kepada anak kita, kenapa?
Karena anak sudah dekat dengan kita.
Ini yang kadang-kadang tidak dimiliki di dalam sebagian keluarga yang kita lihat di masyarakat.
Anak dengan orang tua itu punya jarak yang sangat jauh, sehingga anak itu lebih nyaman untuk curhat (mencurahkan isi hati) dengan temannya dibandingkan curhat kepada orang tuanya, kenapa?
Karena dia tidak merasa dekat dengan orang tuanya.
⇒ Dan ini adalah sebuah kekurangan yang harus kita perbaiki.
Jangan salahkan anak kita terlebih dahulu. Mari kita koreksi diri kita, kenapa kok anak seperti itu?
Mungkin kita sebagai orang tua yang kurang memperhatikan anak kita. Kita jarang menyapa anak kita. Kita jarang bertanya:
"Nak sudah makan atau belum?"
"Nak sudah belajar atau belum?"
"Nak sudah shalāt atau belum?"
Sapaan-sapaan seperti ini diiringi dengan kesempatan, moment-moment kita bercanda. Kita rekreasi dengan anak, kita jalan bareng sama anak. Kemudian sambil ngobrol, ngobrol bebas mungkin saat itu (yang penting positif) tidak mengarah pada sesuatu yang negatif.
Yang seperti ini akan menciptakan kehangatan di dalam rumah.
Setelah rumah itu hangat maka kita akan merasa mudah sekali untuk memberikan pengajaran kepada anak kita.
Saya akan bawakan satu penggal kisah bagaimana Nabi kita shallallāhu 'alayhi wa salla berinteraksi dengan anak kecil.
Kisah ini dituturkan oleh seorang shahābat bernama Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu, diriwayatkan dalam shahīh Muslim, kata beliau:
Pada suatu hari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengutus aku (Anas).
Anas diutus oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk suatu keperluan.
Anas saat itu masih kecil.
Maka ketika dia disuruh oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, dia jawab apa?
"Emoh.. Aku ga mau," kata Anas.
Ya seperti anak-anak kitalah, kadang-kadang.
"Ya Le, pergi ke Warung!"
"Emoh.. ,kesel (capek)."
Itukan, ada saja alasannya.
Lihat bagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyikapi.
Anas berkata "Tidak mau, tidak mau saya."
Sebenarnya Anas di dalam hatinya ingin berangkat, tidak tahu, mungkin anak kecil iseng ya. Hanya secara lisannya dia mengatakan, "Tidak, tidak mau berangkat."
Akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diam. Lalu Anas diam-diam dia berangkat. Dia tidak tahu kalau Nabi ternyata mengikuti di belakangnya. Sampai akhirnya Anas bin Mālik melewati anak-anak yang lagi mainan di pasar.
Kemudian dia tidak sadar ternyata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di belakang dia.
Sambil senyum Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, Anas pun kaget melihat ternyata nabi di belakang. Akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:
"Oh ternyata kamu berangkat juga?" Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada Anas.
"Iya, wahai Nabi saya berangkat saya mematuhi perintah kamu."
Kata Anas bin Malik:
"Demi Allah, saya ini sudah melayani Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam selama sembilan tahun."
Anas bin Mālik ini melayani Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sembilan tahun. Dan kata beliau:
"(Seingatku) Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam jarang sekali mengomentari apa yang aku lakukan selama itu adalah yang baik."
"Kenapa kamu lakukan seperti ini, kenapa kamu tidak melakukan seperti itu?"
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam jarang sekali mengomentari kecuali dalam hal-hal yang sifatnya negatif sekali, baru berkomentar Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Ini baru sepenggal dari kisah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Sampai disini pengajian kita pada kesempatan kali ini, terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kita tutup dengan membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah
1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
BACA SELENGKAPNYA

Menanamkan Akhlaq Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 4)


🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 30 Rabi'ul Awwal 1438 H / 29 Desember 2016 M
👤 Ustadz Abdullāh Zaen MA
📔 Materi Tematik | Menanamkan Akhlak Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 4 dari 5)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-AkhlakMulia-04
🌐 Sumber: https://youtu.be/rgdmJJrbxho
-----------------------------------

MENANAMKAN AKHLAQ YANG MULIA KEPADA ANAK BAGIAN 4 DARI 5
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, َ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا الله الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ,فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allāh Tabāraka wa Ta'āla.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, kepada para shahābatnya, keluarganya dan umatnya yang setia mengikuti tuntunannya, hingga diakhir nanti.
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita akan melanjutkan pembahasan tentang fiqih pendidikan anak.
Kalau misalnya kita ingin anak kita menutup aurat dengan baik, maka orang tuanya, ibunya terutama juga harus menutup aurat.
Sekarang saya kadang-kadang agak prihatin, ada anak-anak lucu-lucu berangkat TPA, pakai jilbab (pakai kerudung) bagus, māsyā Allāh.
Senang lihat anak-anak kecil-kecil sudah pada pakai kerudung.
Tapi yang miris yang antar, ibunya. Ibunya ora kudungan (tidak pakai kerudung). Itukan lucu.
Lucunya apa ustadz?
Lucunya, anak kecil itu belum wajib pakai kerudung, wong tuane (orang tuanya) sing wajib malah ora nganggo kudung (yang wajib malah tidak pakai kerudung). Anake sing durung wajib malah nganggo kudung (anaknya yang belum wajib malah pakai kerudung). Itukan lucu.
Berarti anake besok nek mangkat TPA rasak nganggo kudungan ustadz? (Berarti besok bila anaknya pergi ke TPA tidak usah pakai kerudung, Ustadz)?
Ya salah, bukan seperti itu.
Justru ibu besok nganter anaknya pakai kerudung. Itu namanya memberikan contoh yang real (yang nyata).
Inilah kenyataan-kenyataan yang kita lihat di masyarakat kita.
Kalau misalnya kita ingin anak kita berperilaku baik maka kita pun harus memberikan contoh berperilaku yang baik. Dan ini kita mengajar sekaligus belajar.
Jadi ketika kita mengajarkan perilaku yang baik pada anak kita, kita harus menjadi contoh yang baik pada anak kita di dalam berperilaku, di dalam bertutur kata.
Kalau misalnya kita ingin anak kita itu suaranya tidak keras ketika berbicara, ingin anak kita punya tutur kata yang sopan, maka kita pun berusaha memberikan contoh tutur kata yang sopan.
Sama ketika kita tidak ingin anak-anak kita teriak, kita juga jangan membiasakan untuk teriak-teriak. Maka ini langkah yang pertama.
▪Jadi langkah yang pertama untuk mencetak generasi yang berakhlak mulia adalah dimulai dari tindakan nyata dari orang tuanya agar mereka berperilaku dengan perilaku yang baik.
Dari mana kita bisa melihat, mencontoh perilaku yang baik sebagai umat Islām?
Tentu kita memiliki suri tauladan kita semua, yaitu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Beliau memiliki akhlak yang sampai menyebabkan Allāh memujinya, sebagaimana dalam Al Qurān Allāh berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Wahai Muhammad, akhlak engkau itu betul-betul mulia."
(QS Al Qalam: 4)

Kalau yang muji Allāh sudah jaminan mutu (yang muji Allāh). Karena yang namanya pujian itu akan diukur dari siapa yang memujinya.
Kalau ada orang yang memuji orang lain, tapi orang yang memuji itu tidak memiliki kedudukan atau tidak dianggap pujiannya, maka tidak berharga. Tapi ini yang muji adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Maka kita sebagai umat Islām tidak usah kita mencari teladan-teladan dari yang lain-lainnya. Ambil saja teladan dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Makanya kalau kita perhatikan, Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam (terutama sama anak-anak kecil), beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam seringkali bercanda dengan mereka, bermain dengan anak kecil, dan itu banyak contohnya.
Ketika wudhū kadang-kadang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bercanda dengan mereka. Kadang-kadang ketika Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam lewat anak-anak lagi bercanda, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam nimbrung di situ.
Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga tertawa, senyum bersama mereka. Ketika menaiki tunggangan, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam membonceng salah seorang shahābat untuk naik di belakangnya. Kenapa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sedemikian rupa murah senyum kepada anak?
Ada sebagian orang tua kalau ketemu sama anak itu mukanya muka besi. Muka besi itu tidak pernah tersenyum, kayak besi. Makanya tidak pernah senyum.
Dia anggap kalau dia seperti itu dia punya wibawa. Padahal wibawa itu bukan seperti itu caranya.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika beliau senyum dengan anak-anak, beliau bermain dengan anak-anak. Beliau bercanda dengan anak-anak pada waktunya tentunya. Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin agar anak itu merasa dekat dengan beliau.
Sampai disini pengajian kita pada kesempatan kali ini, terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kita tutup dengan membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah
1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Menanamkan Akhlaq Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 3)

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 29 Rabi'ul Awwal 1438 H / 28 Desember 2016 M
👤 Ustadz Abdullāh Zaen MA
📔 Materi Tematik | Menanamkan Akhlak Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 3 dari 5)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-AkhlakMulia-03
🌐 Sumber: https://youtu.be/rgdmJJrbxho
-----------------------------------

MENANAMKAN AKHLAQ YANG MULIA KEPADA ANAK BAGIAN 3 DARI 5
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, َ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا الله الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ,فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allāh Tabāraka Ta'āla. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, kepada para shahābatnya, keluarganya, dan umatnya yang setia mengikuti tuntunannya, hingga diakhir nanti.
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita akan melanjutkan pembahasan tentang fiqih pendidikan anak.
Kalau misalnya anak itu dari kecil sudah terbiasa untuk sabar, sudah terbiasa untuk bisa menerima nasehat, sudah terbiasa untuk tidak serampangan, sudah terbiasa untuk berbagi, karena orang tuanya yang membiasakan itu, maka dengan idzin Allāh besarnya akan seperti itu.
Maka disini kita perlu melihat anak kita.
Setiap manusia itu punya sifat dasar buruk. Diantara sifat dasar buruk, yaitu:
√ Rakus
√ Bodoh
√ dan seterusnya.
Nah, kalau misalnya kita melihat ada potensi sifat buruk tersebut dan kita melihat itu agak menonjol di dalam diri anak kita, maka tanggung jawab orang tua adalah berusaha memperbaiki. Dan tidak boleh ada alasan, "Ini sudah bawaan bayi," tidak boleh seperti itu.
Justru kita harus punya tanggung jawab untuk merubah.
Bagaimana caranya gawan (bawaan) bayi yang jelek itu bisa berubah menjadi baik?
Ya itulah tugasnya orang tua!
⇒ Misalnya ada anak, anak ini kok kalau makan tidak pernah mikir adik-adiknya atau kakaknya alias ego (egois).
Kalau misalnya kita melihat, kita bisa membaca, nih, anak kita ini kalau makan tidak pernah ingat adiknya, atau kakaknya, atau saudaranya, oh ini perilaku yang jelek.
Kalau (misalnya) kita sudah mencium adanya bau seperti itu, maka kita sebagai orang tua, setelah kita bisa mendeteksi adanya perilaku buruk, benih-benih itu, maka jangan biarkan benih itu akan semakin besar.
Kalau bisa benih itu diputus, sebelum benih itu membesar.
Itulah tugasnya orang tua!
Ketika orang tua melihat ada anak yang punya potensi perilaku buruk, dia punya sifat kayak tadi misalnya egois, maka kita sebagai orang tua harus berusaha untuk mengkikis sifat itu sedikit demi sedikit.
Di antara caranya, misalnya:
Kita ajak anak itu untuk pergi ke warung untuk beli jajan (misalnya), "Ayo nak beli jajan."
Dia milih, ternyata dia ngambil cuma satu jajan.
Lalu kita tanya, "Loh buat adik mana?"
→ Dia mulai dilatih, ternyata saya ini hidup di rumah ada adik, atau ada kakak.
"Loh buat adik, buat kakak mana, oh iya, jadi beli berapa ini?"
Beli tiga, satu buat kamu, satu buat adik, satu buat kakak (itu namanya pembiasaan).
Kalau misalnya kita melihat kok anak ini agak tergesa-gesa atau gampang emosi. Maka kita sebagai orang tua tidak boleh membiarkan anak itu berkembang di dalam sifat emosinya. Karena nanti kalau sudah terlanjur besar, kita akan kesulitan untuk merubah sifat yang sudah terlanjur melekat dan mendarah daging dalam diri anak kita.
Kalau kita melihat anak kita emosian saat dia mengungkapkan emosinya, kita dekap dia (misalnya) atau kita omongi dengan pelan-pelan atau mungkin ketika dia lagi emosi sulit diomongi, kita ngomonginya ketika dia sedang kondisi psikologisnya sedang stabil.
Kita sampaikan kepada dia, "Nak apa manfaatnya suka marah-marah, apakah kamu mendapat pahala dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla kalau marah-marah, tahu gak kalau kamu marah-marah itu yang senang siapa?"
Setan.
Apakah kamu pengen bikin senang setan atau kamu pengen bikin setan itu sedih?
Kalau misalnya kamu marah-marah gitu setan tambah senang. Setan itu musuh kita. Jangan bikin musuh kita senang. Bikinlah musuh kita sedih.
Bagaimana caranya?
Kalau misalnya kamu sedang marah, coba kamu berta'awudz, mengucapkan apa?
أَعُوذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Dilatih anak kita.
Jadi kalau misalnya kita melihat ada potensi sifat-sifat buruk yang ada dalam diri anak kita, maka tugasnya orang tua sedini mungkin adalah berusaha untuk memutus potensi tersebut dan tidak membiarkan potensi keburukan itu akan semakin membesar.
Sebaliknya kalau kita melihat anak kita punya potensi yang baik, itulah tugas orang tua untuk terus mengembangkan potensi yang baik tersebut.
Maka langkah yang pertama menuju mencetak anak yang mulia akhlaknya adalah kita harus membina anak kita secara nyata.
Secara nyata itu bagaimana?
⇒ Secara nyata itu antara lain adalah kita harus menjadi teladan yang baik buat anak kita.
Sampai disini pengajian kita pada kesempatan kali ini, terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kita tutup dengan membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah
1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Menanamkan Akhlaq Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 28 Rabi'ul Awwal 1438 H / 27 Desember 2016 M
👤 Ustadz Abdullāh Zaen MA
📔 Materi Tematik | Menanamkan Akhlak Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 2 dari 5)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-AkhlakMulia-02
🌐 Sumber: https://youtu.be/rgdmJJrbxho
-----------------------------------

MENANAMKAN AKHLAQ YANG MULIA KEPADA ANAK BAGIAN 2 DARI 5
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, َ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا الله الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ,فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allāh Tabāraka wa Ta'āla. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, kepada para shahābatnya, keluarganya dan umatnya yang setia mengikuti tuntunannya, hingga diakhir nanti.
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita akan melanjutkan pembahasan tentang fiqih pendidikan anak.
Kalau kita menginginkan anak kita baik, maka kita harus berusaha. Banyak orang tua yang ingin anaknya baik tetapi dia tidak pernah berusaha.
. Dia ingin anaknya bertutur kata lembut, tapi dia tidak pernah membiasakan anaknya bertutur kata lembut.
. Dia ingin anaknya punya unggah-ungguh tetapi dia tidak pernah mengajarkan anaknya unggah-ungguh.
. Dia ingin anaknya taat beribadah tetapi dia juga tidak memperhatikan, tidak pernah menegur tatkala anaknya tidak beribadah dengan baik.
Ini namanya jauh panggang dari api.
Bagaimana mungkin kita memiliki anak yang baik prilakunya kalau kita tidak pernah berusaha?
Kita sebenarnya sudah diberi bantuan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang luar biasa, yaitu berupa modal.
Apa itu modalnya?
Modalnya adalah anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, fitrah yang bersih.
Jadi, sebenarnya anak itu gampang untuk diarahkan.
Sehingga tidak benar bila ada ungkapan yang mengatakan, "Anakku memang susah sekali."
Kenapa?
Karena kita sendiri yang tidak bisa memanfaatkan modal yang Allāh berikan.
Seharusnya ketika ada sesuatu yang bersih, fitrah yang bersih, seperti kertas yang putih. Kertas putih ini sudah merupakan modal. Bagaimana kita akan mengambar diatas kertas itu? Dengan gambar yang bagus atau dengan gambar yang jelek.
Sekarang, bila ada kertas yang putih kemudian kita menggambar disitu dengan gambar yang jelek, lalu yang salah siapa?
Yang salah yang mengambar atau kertasnya?
Yang salah adalah yang menggambar, bukan kertasnya.
Jadi, sebenarnya kita sudah diberi modal oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla anak itu lahir dalam keadaan fitrah.
Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
"Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah."
(HR Abu Daud nomor 4093 versi Baitul Afkar Ad Dauliah nomor 4716)

Fitrah yang murni yang bersih mempunyai modal kecenderungan kepada sesuatu yang baik.
Sehingga keliru bila ada orang tua yang selalu menyalahkan anaknya ketika berperilaku jelek.
Anak itu sudah diberi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla kecenderungan untuk memilih sesuatu yang baik.
Sekarang bagaimana cara kita memolesnya?
Kita sudah diberi modal, kalau seandainya kita rugi di dalam berdagang padahal kita sudah punya modal, jangan disalahkan modalnya tapi salahkanlah diri kita.
Kenapa kita tidak baik-baik di dalam mengelola modal tersebut?
Apabila kita sudah diberi modal seharusnya kita sudah bisa menghasilkan keuntungan bukan kerugian.
Maka disinilah tugas kita sebagai orang tua adalah tugas yang cukup (sangat) mulia namun cukup berat.
Kenapa?
Karena banyaknya tantangan-tantangan. Perilaku-perilaku jelek yang ada disekeliling kita.
Tidak usah kita keluar rumah, di dalam rumah kita sendiri kadang-kadang kita menyuruh untuk berperilaku yang baik kepada anak kita tapi disisi lain kita menyediakan alat yang lebih kuat untuk merubah perilaku anak tersebut.
Apakah itu? Televisi
Sekarang kita menyuruh anak kita untuk berperilaku baik, tapi sebentar saja dia melihat televisi, disitu ada film tentang bagaimana orang bertutur kata dengan tutur kata yang jelek.
Yang namanya film terkadang ditampilkan kata-kata yang jelek sehingga semua itu melekat dalam benak anak kita. Anak kita kadang bisa meniru kata-kata yang tidak baik dari televisi tersebut.
Apa orang tuanya yang mengajarkan ini semua?
Saya pikir tidak, itu semua mereka lihat dari tontonan. Anak kita disuruh untuk menjaga auratnya ternyata di televisi yang dilihat adalah tontonan wanita-wanita yang membuka aurat.
Jadi disisi lain kita berusaha menanamkan, kita berusaha untuk merajut kemudian kita sendiri yang membongkar rajutan tersebut.
Itu baru berbicara di dalam rumah belum bila kita berbicara di luar rumah.
Ada tetangga yang tidak baik. Makanya ada ungkapan arab yang mengatakan:
الجَارُ قَبلَ الدَّارِ
"Tetangga sebelum rumah."
Apa maksudnya?
Maksudnya kalau kita ingin mengontrak rumah atau membangun rumah sebelum memilih lokasi rumahnya, dilihat dulu siapa tetangganya.
Jadi jangan milih karena tanahnya cocok baru kemudian melihat tetangga, bukan!
Pertama kali kita harus survey dahulu tetangganya seperti apa.
Apakah kanan kirinya adalah orang-orang shālih yang baik-baik, rajin shalāt?
Perilaku anak-anaknya bagaimana?
Jadi, kita harus mewaspadai itu semua karena apa?
Karena kita punya tanggung jawab untuk mendidik anak kita.
Makanya Imām Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullāh dalam salah satu kitābnya yaitu Tuhfatul Maudud bi Ahkāmil Maulud, beliau menjelaskan bahwa salah satu yang sangat dibutuhkan oleh anak ketika masa kecil adalah memperhatikan akhlaknya.
Kenapa?
Karena anak itu akan tumbuh sesuai dengan kebiasaan.
Kalau misalnya dari kecil dia sudah terbiasa untuk emosi, untuk serampangan, untuk rakus, untuk tergesa-gesa, untuk keras kepala, apabila dari kecil dia sudah terbiasa seperti itu maka dia akan kesulitan untuk merubah prilaku jelek itu ketika dia sudah dewasa.

Sampai disini pengajian kita pada kesempatan kali ini, terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kita tutup dengan membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah
1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Menanamkan Akhlaq Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 27 Rabi'ul Awwal 1438 H / 26 Desember 2016 M
👤 Ustadz Abdullāh Zaen MA
📔 Materi Tematik | Menanamkan Akhlak Yang Mulia Kepada Anak (Bagian 1)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-AkhlakMulia-01
🌐 Sumber: https://youtu.be/rgdmJJrbxho
-----------------------------------

MENANAMKAN AKHLAQ YANG MULIA KEPADA ANAK BAGIAN 1
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا الله الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allāh Tabāraka Ta'āla.
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita akan membahas fiqih tentang pendidikan anak: "Bagaimana cara menanamkan akhlak yang mulia kepada anak".
Sekarang, sesuatu yang memprihatinkan di masyarakat adalah melihat prilaku sebagian anak-anak kita. Kita memperhatikan banyaknya prilaku yang tidak baik dari sebagian anak-anak kepada orang tuanya atau kepada teman-temannya atau kepada yang lainnya. Tidak sedikit kita perhatikan hal tersebut.
Sehingga, kadang-kadang ada orang tua, manakala dia melepaskan anaknya pergi ke sekolah atau pergi kemana saja timbul rasa was-was di dalam hatinya,
"Jangan-jangan nanti anak saya nanti terpengaruh dengan temannya dan jangan-jangan..."
Selalu itu yang timbul di dalam perasaan hatinya. Karena memang kenyataannya di luar kita perhatikan banyak sekali anak yang prilakunya tidak baik.
Bahkan tidak jarang kita melihat ada anak yang berani membentak orang tuanya, anak tidak menurut kepada orang tuanya.
Bahkan juga pernah kita dengar berita ada anak berani membunuh orang tuanya.
Darimana sumber akhlak yang buruk tersebut?
Lain halnya seandainya kita melihat ada seorang anak yang baik perilakunya, lembut tutur katanya kemudian juga taat beribadah, pemikirannya terdidik. Ketika kita melihat anak seperti ini kita akan kagum dan bahkan mungkin di zaman kita ini kalau ada anak yang seperti itu, bisa jadi itu merupakan manusia langka.
Ketika kita dapatkan ada anak yang tutur katanya baik, sopan, taat beribadah kita akan senang bila bertemu dengan dia.
⇒ Siapa yang tidak senang melihat anak yang tutur katanya baik?
⇒ Siapa yang tidak senang melihat anak yang sopan di dalam berperilaku?
⇒ Siapa yang tidak senang melihat anak yang taat beribadah, shalāt berjama'ah di masjid?
Tapi coba lihat kondisi masjid-masjid kaum muslimin. Kebanyakan yang shalāt adalah orang-orang yang sudah lanjut usia.
Lalu di mana anak-anak kaum muslimin?
Mereka sibuk, bila tidak di depan televisi, mereka berada di warnet main game atau PS. Kalau sore-sore sibuk di lapangan bola. Bukan tidak boleh main bola, tapi kadang-kadang sampai nabrak waktu shalāt maghrib.
Yang namanya pengajian-pengajian ramai didatangi kalau hanya setahun sekali. Pengajian yang rutin jarang didatangi.
Itulah kenyataan yang ada.
Makanya, kalau kita melihat ada anak yang prilakunya baik maka kita senang. Bila bertemu dengan mereka ibarat menemukan mutiara.
Apakah cukup dengan senang saja?
Tentunya tidak berhenti sampai disitu
Ketika kita melihat ada anak yang berprilaku baik, sopan dalam bertutur dan berkata, kita berusaha untuk menebak, kenapa anak ini bisa seperti ini?
Yang namanya anak, lahir ke dunia tidak tiba-tiba ada, itu tidak mungkin. Pasti anak ini lahir dari orang tua (bapak dan ibu) kalau misalnya kita melihat ada anak yang akhlaknya mulia berarti kita bisa menebak, kemungkinan besar anak ini dididik dengan baik oleh orang tuanya.
Mengapa demikian?
Karena prilaku anak itu sangat terpengaruh dari pendidikan yang dialami oleh dia. Makanya bila ada anak baik biasanya pendidikan dari orang tuanya juga baik, ibarat bibit unggul.
Karena apa?
Karena induknya baik.
Maka dari sinilah kita mengetahui pentingnya tugas orang tua.
Sampai disini pengajian kita pada kesempatan kali ini, terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kita tutup dengan membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Sabtu, 07 Januari 2017

Ciri-Ciri Orang Yang Terkena Fitnah


🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 02 Rabi'ul Akhir 1438 H / 31 Desember 2016 M
👤 Ustadz Zainal Abidin, Lc
📔 Materi Tematik | Ciri-Ciri Orang Yang Terkena Fitnah
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-ZA-CiriKenaFitnah
🌐 Sumber: https://youtu.be/TgzP5PqEyr4
-----------------------------------

CIRI-CIRI ORANG YANG TERKENA FITNAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ، أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ،
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ،
Kaum muslimin yang berbahagia, Shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menegaskan:
إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ
"Sesungguhnya orang yang paling berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah."
(Hadīts, shahīh riwayat Abū Dāwūd nomor 4263)

Dari sini kita bisa pahami bahwa orang yang paling celaka, orang yang paling sengsara dan binasa adalah orang yang menceburkan bahkan menjadi dalang dalam fitnah.

◆ Tanda-tanda orang tercebur ke dalam fitnah ada 4 (empat), yaitu:

⑴ Dia memandang yang dulunya halal sekarang dianggap harām atau (sebaliknya) yang dulunya harām sekarang dianggap halal.

Demikian itu bukan karena dulu dia tidak mengerti dalīlnya kemudian sekarang paham, bukan!

Atau dulu dia tidak memahami dalīl itu dengan benar, sekarang paham, tidak!

Tapi murni pengaruh-pengaruh negatif lingkungan yang ada disekitarnya.

Bisa karena:

√ Buku bacaan yang dia baca.
√ Teman yang mengitarinya atau,
√ Jama'ah kelompok yang diikutinya.

Sehingga muncul berbagai macam syubhat yang ada diotaknya (pikirannya)

Dengan demikian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menegaskan bahwa:
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
"Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah seperti malam yang pekat (gelap gulita). Di pagi hari seorang dalam keadaan beriman, lalu kafir pada sore hari. Di sore hari seorang dalam keadaan beriman lalu kafir pada pagi harinya. Dia menjual agamanya dengan kenikmatan dunia."
(Hadīts riwayat Muslim nomor 169 versi Syarh Muslim nomor 118)

Dengan demikian suatu yang paling ditakutkan oleh seorang mu'min adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada keagamaannya (fitnah yang menimpa agamanya).

Sehingga Hudzaifah Ibnu Yaman mengatakan:
فَاعْلَمْ أَنَّ الضَّلالَةَ حَقَّ الضَّلالَةٍ أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ, وَأَنْ تُنْكِرَ مَا كُنْتَ تَعْرِفُ, وَإِيَّاكَ وَالتَّلَوُّنَ فِي دِينِ الله تَعَالَى, فَإِنَّ دِينَ الله وَاحِدٌ. (شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة لللالكائي)
"Ketahuilah, kesesatan dari biang kesesatan adalah engkau anggap baik yang dulunya kamu ingkari dan kamu ingkari yang dulunya kamu anggap baik. Dan waspadalah terhadap warna-warni di dalam agama Allāh Ta'ālā. Sesungguhnya agama Allāh satu."
(Kitab Syarh Ushul I'tiqād Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Imam Al Lālikai)


⑵ Berwarna-warni di dalam agamanya (التَّلَوُّنَ فِي دِينِ).

Berpindah-pindah di dalam prinsipnya dan tidak memiliki satu pegangan yang tetap di dalam agamanya.

Ini yang dikatakan oleh Ummar bin AbdulAziz akibat banyaknya debat, banyaknya adu mulut.
مَنْ أَكْثَرَ الخُصُوْمَات أَكْثَرَ تَنَقُّلَ
"Barangsiapa yang banyak adu mulut, maka dia akan gampang (banyak) untuk berubah."

Shahābat BiAS yang berbahagia.

Menjadi muslim dimana di dalam memegang prinsipnya, bak air di daun talas adalah ciri orang munāfiq.

Dan memberikan warna shibqhah Islām di dalam dirinya berubah-ubah seperti bunglon adalah suatu yang berbahaya.

Karena kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwa manusia paling buruk adalah ذا الوجهين, manusia yang memiliki dua wajah.

Dengan demikian kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
وَإِيَّاكَ وَالتَّلَوُّنَ فِي دِينِ
"Waspadalah kamu terhadap sikap berubah-ubah warna di dalam agama."

√ Yang kemarin dia katakan sesat, sekarang dia katakan benar.
√ Yang kemarin dikatakan manhaj sekarang dikatakan khilafiyyah.

Contoh:

⇒ Banyak orang yang dulu menganggap safarnya wanita tanpa mahram adalah harām, tetapi sekarang dipandang halal.

⇒ Demo dulu dianggap perkara manhaj sekarang ternyata khilafiyyah.

Ini masalah berat.


3. Mengikuti syubhat (اتبع المتشابهات) dan tidak mau mengembalikan kepada yang muhkamat.

Ini jelas sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ
"Adapun orang-orang yang ada di dalam hatinya penyimpangan ( زَيْغٌ) maka dia akan mengikuti yang mutasyābih dalam rangka untuk mencari-cari takwil yang bathil dan mengikuti hal-hal yang sifatnya menyimpang, takwil-takwil yang tidak benar dalam hal-hal yang sebetulnya tidak tahu takwil secara benar kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
(QS Al 'Imrān: 7)

Kita temui banyak diantara tokoh, diantara mereka yang dikatakan ulamā atau minimal ahlul 'ilmi yang dulu sangat tegas di dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan keagamaan, sangat bagus di dalam menjabarkan naskh-naskh yang muhkamah, tetapi setelah beberapa kondisi melalui dia (masa melewati dia) maka hal-hal yang diangkat kebanyakan adalah mutasyabihat.


Dan tanda orang tercebur ke dalam fitnah dan akhirnya bisa menjadi dalang fitnah adalah:

4. Mentolerir kebatilan dan bahkan memberikan banyak toleran terhadap berbagai macam penyimpangan-penyimpangan (التسويغ للباطل وتعديل له).

Diawali dengan mereka memuji tokoh-tokoh kebathilan, mendekati tokoh-tokoh kebathilan bahkan kompromi dengan kebathilannya.

Akhirnya tidak mau ngomong terhadap berbagai macam penyimpangan-penyimpangan agama, baik itu syirik, bid'ah maupun kufur bahkan memusuhi (menyalahkan) orang yang selama ini menjelaskan kebathilan.

Menyalahkan orang yang menjelaskan tentang kebid'ahan entah karena dikatakan melawan banteng, melawan berbagai macam kekuatan-kekuatan yang mayoritas atau dia telah menabrak tembok keras yang itu akan membahayakan dirinya sendiri.

Minimal takut dakwahnya hilang dari peredaran masyarakat atau terpicunya masa rakyat kecil untuk melawan dia dan berbagai macam alasan-alasan yang ada.

Semoga kita semuanya bisa terhindar dari empat yang menjadi ciri khas orang terjatuh kedalam fitnah yang suatu ketika akan menjadi dalang fitnah.

Saya ulas lagi,

(1). Yang dulu dianggap harām sekarang menjadi halal atau sebaliknya.

(2). Berubah-ubah warna dalam berdakwah, beragama dan dalam mengikuti ajaran dien.

(3). Mengikuti yang syubhat dan meninggalkan yang muhkamat.

(4). Mentolerir kebathilan, toleran terhadap berbagai macam penyimpangan-penyimpangan.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjauhkan kita dari itu semua dan kita diberikan keteguhan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam berpijak, memegang prinsip sampai kita bertemu Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
"Wahai orang-orang yang berimān, bertaqwalah kepada Allāh sebenar-benar taqwa dan janganlah sekali-kali kamu mati (bertemu Allāh) melainkan dalam keadaan beragama Islām."
(QS Al 'Imrān: 102)
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاستَغْفِرُ الله لِيْ وَلَكُمْ وَاستغفر الله العظيم إن الله هو الغفور الرحيم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Melawan Budaya Kuliner

🌍 ⁠⁠⁠BimbinganIslam.com
Sabtu, 09 Rabi'ul Akhir 1438 H / 07 Januari 2017 M
👤 Ustadz Ammi Nur Baits
📔 Materi Tematik | Melawan Budaya Kuliner
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-ANB-BudayaKuliner
🌐 Sumber: https://youtu.be/7-da_LWN_cY
-----------------------------------

MELAWAN BUDAYA KULINER

Mari sejenak kita membaca bagaimana kesederhanaan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam urusan makan.

Diantara kebiasaan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ialah seusai shalat subuh, beliau tidak langsung pulang, namun beliau berdzikir hingga terbit matahari baru setelah itu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pulang dan menemui istrinya.

Kita akan simak, bagaimana penuturan Ummul Mukminin 'Aisyah Radhiyallāhu 'anhā. Beliau pernah menceritakan, "Suatu ketika Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah menemuiku, kemudian beliau bertanya:
هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ
"Apakah kalian memiliki sesuatu (untuk sarapan/untuk di makan)?"

Māsyā Allāh, pertanyaan yang sangat sederhana, apakah Anda, apakah kalian memiliki sesuatu untuk sarapan? hanya sesuatu, sekalipun sangat sederhana yang penting bisa untuk sarapan.

Ketika Aisyah Radhiyallāhu 'anhā tidak memiliki makanan untuk sarapan, sang istri dengan jujur mengatakan: "Tidak ada, yā Rasūlullāh."

Coba kita bisa perhatikan, bagaimana jawaban suami yang mulia ini? Ketika beliau mendengar, "Tidak ada yang bisa dimakan, yā Rasulullah", Beliau mengatakan:
فَإِنِّي صَائِمٌ
"Jika, demikian saya puasa saja".
(HR anNasā'i nomor 2327)

Subhānallāh...
Jawaban yang sangat indah dari seorang suami terbaik di dunia.

Ada banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari dialog sederhana ini, namun kita hanya akan membatasi untuk masalah pola makan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kita bisa perhatikan, bagi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, urusan makan merupakan masalah yang paling sederhana, prinsip Beliau ialah kalau ada dimakan, kalau tidak ada Beliau puasa.

Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pesan untuk dimasakkan yang aneh-aneh atau meminta istri untuk didatangkan makanan yang merepotkan dirinya.

Kemudian hal istimewa lainnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, ialah Beliau tidak pernah mencela makanan, jika Beliau berselera Beliau akan makan dan jika Beliau kurang selera Beliau tinggalkan, sama sekali tidak mencela makanan, tidak memberikan komentar untuk makanan.

Kita bisa simak, bagaimana persaksian Abu Hurairah Radhiyallāhu 'anhu, beliau pernah mengatakan:
مَا عَابَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم طَعَامًا قَطُّ، إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ، وَإِلاَّ تَرَكَهُ
“Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau sama sekali tidak pernah mencela makanan, jika beliau menyukai beliau akan makan dan jika beliau tidak selera beliau tinggalkan”
(HR Bukhari nomor 3299 versi Fathul Bari nomor 3563)

Baik, kita akan coba bandingkan dengan kondisi masyarakat di zaman kita sekarang ini, kita bisa perhatikan ketika masyarakat sudah dikendalikan oleh sebuah budaya yang dikenal dengan budaya kuliner.

Budaya kuliner, urusan makan itu menjadi sesuatu yang sangat rumit, bahkan yang difikirkan bukan lagi soal rasa, bahkan sampai yang difikirkan ialah soal cara penyajian, bagaimana dia makan, bagaimana cara orang bisa bahagia ketika makan, dan itu menyita banyak perhatian.

Sampai saya pernah mendengar ada sebuah restaurant yang menyajikan makanan disamping kandang singa.
Māsyā Allāh, lā haula walā quwwata illā billāh, hanya untuk mendapatkan kepuasan makan, orang itu harus melakukan yang aneh-aneh.

Dulu mungkin kita tidak pernah begitu perhatian dengan yang namanya sarjana ahli masak, kita tidak pernah perhatian dengan jurusan tata boga.

Sekarang māsyā Allāh, permintaannya luar biasa, peminatnya banyak sekali, bahkan menjadi salah satu kebanggaan, orang itu banyak yang sudah bercita-cita jadi cheef ahli masak hingga melupakan ilmu-ilmu yang lainnya yang lebih berharga.

Itulah budaya kuliner, budaya yang telah mempengaruhi banyak manusia menjadi budak bagi pencernaannya, budaya yang mendidik orang untuk bersikap boros, budaya yang mengajarkan kita buang-buang waktu hanya untuk satu urusan yaitu urusan perut.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita hambanya yang bisa menghargai waktu.
__________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Doa Rasūlullāh Agar Terhindar Dari Akhlaq Tercela

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 04 Rabi'ul Akhir 1438 H / 02 Januari 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlaq-Akhlaq Buruk
🔊 Hadits 16 | Doa Rasūlullāh Agar Terhindar Dari Akhlak Tercela
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H16
~~~~~~~
وَعَنْ قُطْبَةَ بْنِ مَالِكٍ - رضى الله عنه - قَالَ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -يَقُولُ: { اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاقِ, وَالْأَعْمَالِ, وَالْأَهْوَاءِ, وَالْأَدْوَاءِ } أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ وَاللَّفْظِ لَهُ.
Dari Quthbah bin Malik radhiyallāhu 'anhumā, beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa:

Allāhumma janibnī munkarātil Akhlāqi, wal a'mali, wal ahwāi, wal adwāi.

(Ya Allāh, jauhkanlah dari aku akhlak yang munkar, amal-amal yang munkar, hawa nafsu yang munkar dan penyakit-penyakit yang munkar.

(HR Tirmidzi nimor 3591 dan dishahihkan oleh Al Hakim dan lafadnya dari kitab Al Mustadraq karangan Imam Al Hakim)
➖➖➖➖➖➖➖

DOA RASŪLULLĀH AGAR TERHINDAR DARI AKHLAQ TERCELA

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwān dan Akhawāt shahābat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita melanjutkan hadīts yang ke-16.

وَعَنْ قُطْبَةَ بْنِ مَالِكٍ - رضى الله عنه - قَالَ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -يَقُولُ: { اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاقِ, وَالْأَعْمَالِ, وَالْأَهْوَاءِ, وَالْأَدْوَاءِ } أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ وَاللَّفْظِ لَهُ.
Dari Quthbah bin Mālik Radhiyallāhu 'anhumā beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berdo'a:
اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاقِ, وَالْأَعْمَالِ, وَالْأَهْوَاءِ, وَالْأَدْوَاء
"Yā Allāh, jauhkanlah dari aku akhlak yang munkar, amal-amal yang munkar, hawa nafsu yang munkar dan penyakit-penyakit yang munkar."
(Hadīts riwayat Tirmidzi no 3591 dan dishāhihkan oleh Al Hakim dan lafadnya dari Kitāb Al Mustadraq karangan Imām Al Hakim)

Dan hadīts ini adalah hadīts yang shāhih, dishāhihkan oleh Al Imām Al Hakim dan juga dishāhihkan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang berakhlak yang agung sebagaimana pujian Pencipta alam semesta ini:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya Engkau (Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam) berada di atas akhlak yang agung."
(QS Al Qalam: 4)

Oleh karenanya diantara kesempurnaan akhlak Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah berdo'a kepada Allāh agar dijauhkan dari akhlak-akhlak yang buruk.

Oleh karenanya Beliau berkata:
اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي
"Yā Allāh, jauhkanlah aku."

⇒"Jauhkanlah aku," artinya bukan hanya, "Hindarkanlah aku."

Tapi lebih dari itu, "Jauhkan, jangan dekatkan aku sama sekali dengan akhlak-akhlak yang mungkar, amalan yang mungkar, hawa nafsu yang mungkar dan penyakit yang mungkar."

Yang dimaksud dengan kemungkaran yaitu sifat-sifat yang tercela, yang tidak disukai oleh tabi'at. Tabi'at benci dengan sikap seperti ini. Dan juga syari'at menjelaskan akan buruknya sifat-sifat tersebut.

Sebagian ulama menjelaskan:

(1) Mungkarātil akhlak (مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاق)

Mungkarātil akhlak maksudnya yang berkaitan dengan masalah bathin, karena dalam hadīts ini digabungkan antara akhlak dan amal.

Tatkala digabungkan antara akhlak dan amal (masing-masing disebutkan), maka akhlak yang buruk adalah yang berkaitan dengan bathin. Adapun amal adalah yang berkaitan dengan jawarih (anggota tubuh).

Oleh karenanya, yang dimaksud dengan mungkarātil akhlak yaitu seperti:

√ Sombong
√ Hasad
√ Dengki
√ Pelit
√ Penakut
√ Suka berburuk sangka dan yang semisalnya

Maka seorang berusaha membersihkan hatinya dari hal-hal seperti ini.

Setelah dia bersihkan hatinya, kemudian dia berusaha menghiasi hatinya dengan perkara yang berlawanan dengan hal tersebut.

Hendaknya dia menghiasi hatinya dengan tawadu', rendah diri, mudah memaafkan, kesabaran, kasih sayang, rahmat, sabar dalam menghadapi ujian dan yang lain-lainnya.

Dan kita tahu akhlak yang buruk ini berkaitan dengan penyakit-penyakit hati. Ini timbul dari hati yang sedang sakit, sebagaimana akhlak yang mulia yang timbul dari hati yang sehat.


(2) Mungkarātil a'māl ( (مُنْكَرَاتِ وَالْأَعْمَالِ)

Mungkarātil a'māl, tadi telah kita sebutkan, ada seorang ulama yang menafsirkan dengan akhlak yang buruk yang berkaitan dengan anggota tubuh, seperti:

√Memukul orang lain,
√Yang berkaitan dengan lisan, lisan yang kotor, suka mencaci, suka mencela.

Ada juga yang menafsirkan mungkarātil a'māl adalah yang berkaitan dengan dosa-dosa besar, seperti: membunuh, berzinah, merampok.

(3) Al Ahwā'( الْأَهْوَاءِ)

Al ahwā' adalah jama' dari hawa (hawa nafsu).

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berlindung dari kemungkaran hawa nafsu.

⇒Hawa nafsu itu kalau dibiarkan akan menjerumuskan orang kepada perkara-perkara yang membinasakan. Menjadikan seseorang berani untuk melakukan dosa-dosa.

Kenapa?

Karena demi untuk memuaskan hawa nafsunya.

Terlebih-lebih jika seseorang telah menjadi budak hawa nafsu, sebagaimana firman Allāh Subhanahu wa Ta'ala :
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ
"Terangkanlah kepadaku bagaimana tentang seorang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya?"
(QS Al Jātsiyah: 23)

Apapun yang diperintahkan oleh hawa nafsunya, dia akan melakukannya. Ini sangat berbahaya.

Seseorang harus melatih dirinya untuk menundukkan hawa nafsunya, bukan mengikuti hawa nafsunya.


(4) Al Adwā'( الْأَدْوَاءِ)

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berlindung dari penyakit-penyakit (al adwã') yang mungkar, yaitu penyakit yang berkaitan dengan tubuh.

⇒ Dan sebagian ulama menafsirkan bahwa ini maksudnya adalah penyakit-penyakit yang asy syanī-ah (berbahaya).

Seperti al judzam (lepra) sarathan (kanker), kemudian penyakit-penyakit yang berbahaya lainnya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak berlindung dengan penyakit secara mutlak, karena ada sebagian penyakit yang memang bermanfa'at.

Contohnya dalam hadīts Al Bukhāri, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, dari Abū Hurairāh radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau bersabda :
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidaklah seorang muslim ditimpa dengan keletihan, penyakit, kekhawatiran (sesuatu yang menimpa dikemudian hari), kesedihan (terhadap perkara yang sudah lewat), demikian juga gangguan dari orang lain, kegelisahan hati, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan menghapuskan dosa-dosanya."
(Hadīts riwayat Bukhāri no 5210 versi Fathul Bari' no 5641-5642)

⇒Dari sini ternyata penyakit adalah salah satu pengugur dosa.

Oleh karenanya kalau ada orang yang sakit kita katakan:

"Thahūrun, in syā Allāh (semoga penyakit tersebut mensucikan dosa-dosamu, In syā Allāh)."

Demikian juga dalam hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah berkata, melarang seorang wanita yang mencela demam.

Dari hadīts Jabir radhiyallāhu 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menemui Ummu Sā'ib.
دَخَلَ عَلَى أُمِّ السَّائِبِ (أَوْ: أُمِّ الْمُسَيَّبِ)، فَقَالَ: مَا لَكِ يَا أُمَّ السَّائِبِ (أَوْ: يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ) تُزَفْزِفِيْنَ ؟ قَالَتْ: اَلْحُمَّى، لاَ بَارَكَ اللهُ فِيْهَا. فَقَالَ: لاَ تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِيْ آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ.
Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjenguk Ummu As Sāib (atau Ummu Al Musayyib), kemudian beliau berkata:

"Apa gerangan yang terjadi denganmu wahai Ummu Al Sā'ib (Ummu Al Musayyib), kenapa kamu bergetar?"

Dia menjawab:

"Saya sakit demam yang tidak ada keberkahan bagi demam."

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

"Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Ādam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat besi."

(Hadīts riwayat Muslim no 4672 versi Syarh Muslim no 4575)

Dalam riwayat yang lain yaitu dari Abū Haurairāh radhiyallāhu 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
لاَ تَسُبَّهَا (الحمى) فَإِنَّهَا تَنْفِي الذُّنُوبَ كَمَا تَنْفِي النَّارُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
"Janganlah engkau mencela demam, sesungguhnya demam itu bisa menghilangkan dosa-dosa sebagaimana api menghilangkan karat besi."

(Hadīts riwayat Ibnu Mājah no 3460 versi Maktabatu Al Ma'arif no 3469)

⇒Ini dalīl bahwasanya sebagian penyakit bisa menghilangkan dosa-dosa.

Jika seorang terkena penyakit, maka dia bersabar dan dia berlindung dari penyakit-penyakit yang berbahaya, seperti yang disebutkan dengan mungkarātil adwā' (penyakit yang berbahaya).

Kalaupun ternyata dia tertimpa penyakit tersebut maka dia tetap saja bersabar karena penyakit-penyakit tersebut bisa menghilangkan dosa-dosa.

Wallāhu Ta'āla A'lam bishshawwab.
__________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
------------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Larangan Mendebat Sesama Muslim

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 05 Rabi'ul Akhir 1438 H / 03 Januari 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 17 | Larangan Mendebat Sesama Muslim
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H17
~~~~~~~

LARANGAN MENDEBAT SESAMA MUSLIM

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwān dan Akhawāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masuk pada hadīts yang ke-17 dari bab tentang Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak yang buruk.
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -{ لَا تُمَارِ أَخَاكَ, وَلَا تُمَازِحْهُ, وَلَا تَعِدْهُ مَوْعِدًا فَتُخْلِفَهُ } أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ بِسَنَدٍ فِيهِ ضَعْفٌ.

3 - ضعيف. رواه الترمذي (1995) وفي سنده ليث بن أبي سليم.

Dari Ibnu 'Abbās radhiyallāhu 'anhumā, beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Janganlah engkau mendebat saudaramu dan janganlah engkau mencandainya dan janganlah engkau berjanji kepadanya dengan satu janji yang engkau akan menyelisihinya."

Hadīts ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang dhaif oleh karenanya Al Hafizh Ibnu hajar berkata:
أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ بِسَنَدٍ فِيهِ ضَعْفٌ
Hadīts diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah.

Karena diriwayatkan dari jalan Laits bin Abi Sulaym.

⇒ Laits Abi Sulaym adalah perawi yang lemah, oleh karenanya didhaifkan oleh para Imām, seperti Imām Ahmad dan yang lainnya.

Dan kita tahu bahwasanya Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullāh dalam kitābnya Bulūghul Marām, tidak mempersyaratkan harus menuliskan hadīts yang shahīh saja, tetapi beliau mengumpulkan dalam bukunya ini hadīts yang shahīh dan juga hadīts yang dhaif.

Dan fil ghalib (secara umum), biasanya kalau ada hadīts yang dhaif beliau menjelaskan (ingatkan) bahwasanya ini hadits yang lemah. Sebagaimana dalam hadīts ini beliau mengatakan bahwa hadītsnya sanadnya lemah.

Namun para ulamā menjelaskan bahwa hadīts ini meskipun secara sanad dia lemah akan tetapi maknanya benar dan didukung oleh hadīts-hadīts yang lain. Banyak hadīts-hadīts yang menjadi sawahid (penguat) makna hadīts ini.

Contohnya seperti hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Bukhāri, Imām Muslim secara marfu', Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ
"Orang yang paling dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah orang yang suka berdebat (paling lihai dalam berdebat)."

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 2457 dan Muslim nomor 2668)

⇒Tentunya berdebat dalam keburukan.

Ini menguatkan makna dari hadīts tadi.

Demikian juga larangan-larangan tentang menyelisihi janji yang merupakan sifat orang-orang munafik. Juga banyak hadīts yang berkaitan dengan ini.

Oleh karenanya hadīts ini meskipun lafalnya secara sanad dhaif tetapi maknanya benar.

Pada hadīts ini ada tiga adab yang harus diperhatikan, yaitu:


⑴ Tidak boleh mendebat saudara.

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, "Jangan engkau mendebat saudaramu."

⇒ Apa yang dimaksud mendebat yang di larang ini?

Maksudnya adalah berdebat dengan saudara kita yang tujuannya bukan untuk mencapai kebenaran tetapi tujuannya adalah untuk menampakan kesalahan saudara kita. Untuk menunjukan bahwasanya perkataan dia, pendapat dia ada kekeliruan. Dan untuk menunjukan kehebatan kita, sehingga kita terlihat spesial tatkala bisa mengalahkan dia.

Jadi perdebatan seperti ini bukan mencari kebenaran tetapi dalam rangka untuk mencari kemenangan m, untuk menunjukkan saya yang menang

Maka ini perdebatan yang dilarang oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kenapa?

Karena perdebatan ini hanyalah menimbulkan kejengkelan dan permusuhan.

Adapun kalau perdebatan dalam rangka untuk mencari kebenaran, berdebat dengan adab, menghormati pendapat yang lain, kita dengarkan terlebih dulu apa yang dia sampaikan, setelah kita dengar baru kita komentari maka ini tidak jadi masalah.

Bahkan bukan hanya kepada saudara tetapi kepada ahlul kitāb pun kita boleh berdebat.
وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
"Janganlah kalian mendebat ahlul kitāb kecuali dengan cara yang baik."
(QS Al 'Ankabūt: 46)

Bila berdebat dengan ahlul kitāb yang bukan saudara kita, debatlah dengan cara yang terbaik, kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla, apalagi dengan berdebat dengan saudara kita.

Oleh karenanya, lihatlah orang yang suka berdebat (dalam rangka untuk memenangkan dirinya), kebanyakan orang seperti ini tidak disukai oleh orang-orang (ditinggalkan oleh orang-orang).

Kenapa?

Karena isinya hanya berdebat, sukanya hanya berjidal. Kalau kita bertemu dengan orang seperti ini hendaknya kita tinggalkan orang tersebut.

Kemudian, bila kita berdialog dengan saudara kita dan niat kita adalah untuk mencapai kebenaran, kalau kita lihat saudara kita ternyata tidak sedang mencari kebenaran (ingin memenangkan dirinya untuk menguatkan pendapatnya) maka hendaknya kita tinggalkan debat.

Dan kita ingat hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
"Aku menjamin istana dipinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia di atas kebenaran."
(Hadīts riwayat Abū Dāwūd no 4800 dengan sanad yang hasan)

Oleh karenanya, tatkala kita berdialog dengan saudara kita dan bila saudara kita mulai mengangkat suara, meskipun niat kita untuk mencari kebenaran, lebih baik kita tinggalkan.

Karena meskipun kita yang menang dalam perdebatan tersebut, setelah dialog itu selesai yang tersisa adalah kebencian dan dendam.

Akan tetapi bila saudara yang mengajak kita berdebat ternyata beradab maka tidak mengapa kita mendebati dia dengan cara yang baik.


⑵ Larangan untuk bercanda.

Kita tahu bahwasanya larangan tersebut tidak secara mutlak karena canda itu ada dua, yaitu:

√ Canda yang terpuji.
√ Canda yang tercela/dilarang.

① Canda yang terpuji

Canda yang terpuji, yaitu canda tidak terlalu sering dan bertujuan agar lebih dekat dengan saudara kita, untuk memasukan kesenangan dalam dirinya, maka ini tidak mengapa.

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga mencandai para shahābatnya, sebagaimana para shahābat mengatakan:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا
"Ya Rasūlullāh, engkau mencandai kami?"
قَالَ " إِنِّي لاَ أَقُولُ إِلاَّ حَقًّا "
Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: " Benar, namun aku tidak bercanda kecuali dengan perkataan yang benar."
(Hadīts riwayat Tirmidzi no 1990)

Jadi bercanda boleh, bagus, terpuji dan dilakukan juga oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, namun tidak sering dan juga dengan perkataan yang benar.

② Candaan yang dilarang

Adapun candaan yang dilarang, yaitu bercanda yang terlalu sering, sehingga setiap bertemu bercanda. Maka akan hilang haibah (kharismatik)nya sehingga orang tidak mau mendengar lagi pendapatnya.

Pendapatnya akan dianggap candaan. Sehingga bila dia memiliki ide tidak akan diperhatikan, karena dia suka bercanda.

Kemudian yang berkaitan dengan hadīts ini adalah candaan yang bisa menyakiti saudara kita.

Sebagaimana di awal disebutkan dilarang seseorang mendebat saudaranya karena dikhawatirkan menimbulkan permusuhan demikian juga canda.

Canda juga terkadang berlebihan. Terkadang menurut kita tidak mengapa tapi menurut saudara kita masalah, sehingga dia tersinggung dan kita menganggu dia.

Adapun bercanda dengan penuh iktiram dengan tetap menghormati saudara kita, becanda sesekali dan berusaha menyenangkan hatinya, maka ini bercanda yang terpuji dan ini bisa mendekatkan seseorang dengan saudaranya.


⑶ Larangan menyelisihi janji

Jangan engkau berjanji kepada saudaramu dengan janji yang akan engkau selisihi.

Dan kesimpulan masalah janji, janji itu dilarang jika seseorang berjanji dan dia sudah niatkan untuk menyelisihi karena ini sifat orang-orang munafik.

Dalam hatinya dia sudah bertekad untuk menyelisihi janji tersebut.

⇒Ini tercela dan sifat orang munafik.

Adapun bila seorang berjanji dan dia sudah niatkan untuk menepati janji tersebut, namun qadarullāh dia tidak mampu atau dia mampu tapi berubah pendapat, misalnya karena ada maslahat yang lebih besar sehingga dia tinggalkan janji tersebut, maka ini bukan ciri orang munafik.

Kenapa?

Karena sejak awal orang tersebut sudah ingin menepati janjinya, tetapi tatkala melihat ada perubahan kondisi maka dia tidak menepati janjinya dengan alasan yang syar'i.

Kecuali, kata para ulamā, apabila dalam penyelisihan janji tersebut memberikan kemudharatan kepada orang yang dia janji, maka dia harus menepati janji atau dia menanggung kerugian orang tersebut.

Contohnya:

⇒ Seseorang berjanji kepada saudaranya, misalnya:

"In syā Allāh saya akan bayari engkau umrah bulan depan."

Kemudian saudaranya ini sudah siap-siap (misalnya) membuat pasport dan lain-lain.

Qadarullāh, orang yang berjanji untuk mengumrahkan saudaranya ini tidak bisa memenuhi janjinya. Sehingga saudaranya ini rugi karena sudah mempersiapkan keperluan umrah, seperti menyiapkan pasport dan yang lainnya.

Maka dia (yang telah berjanji) wajib untuk menepati janjinya atau mengganti kerugian yang sudah dialami oleh saudaranya tersebut.

Demikianlah Ikhwān dan Akhawāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, adab seseorang dalam bergaul.

√ Jangan sampai berdebat dengan saudaranya sehingga menimbulkan kebencian diantara mereka.
√ Jangan pula mencandainya secara berlebihan sehingga timbul hal-hal yang tidak diinginkan.
√ Jangan berjanji dengan janji yang akan diselisihi.

Wallāhu Ta'āla A'lam bish shawwab.
__________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
------------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Akhlak Yang Buruk Dan Al Bukhl / Pelit (Bagian 3)


🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 08 Rabi'ul Akhir 1438 H / 06 Januari 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 18 | Akhlak Yang Buruk dan Al Bukhl/Pelit (Bagian 3/3)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H18-3
~~~~~~~

AKHLAK YANG BURUK DAN AL BUKHL/PELIT (BAGIAN 3/3)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwān dan Akhwāt sahabat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masih masuk dalam penjelasan dari hadits ke-18. Poin berikutnya akan kita bahas yaitu apa definisi dari bukhl (pelit).

Banyak definisi yang disebutkan oleh para ulama tentang pelit, namun mereka bersepakat pada satu poin yaitu diantara bentuk pelit adalah tidak menunaikan nafkah yang wajib.

Dia pelit, harusnya dia memberi nafkah ke anak istrinya nama namun kurang dalam memberi nafkah padahal dia mampu. Ini namanya pelit.

Bahkan sebagian ulama juga menambahkan termasuk nafkah mustahab.

Dia mampu, kita berbicara tentang orang yang mampu.

Bukan orang yang kalau sudah bayar zakat berarti dia sudah tidak pelit.

Dia sudah bayar zakat, alhamdullilah, tapi kenapa dia tidak memberikan kepada tetangganya, kepada orang miskin di depannya, sementara dia mampu?

Maka para ulama juga mengatakan: taksir binnafaqtil mustahabat (kurang dalam memberikan nafkah yang mustahab) padahal dia mampu. Itu juga dikatakan orang yang pelit.

Demikian juga para ulama menambahkan:
وآدم توسعة على الأهل والأولاد
Orang pelit terhadap istri dan anaknya.

Dia mampu tapi tidak memberi kelapangan kepada anak istrinya.

Oleh karenanya dalam Al Quran Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ الله
"Hendaknya seorang yang diberi kelapangan dia berinfak dengan kelapangannya, adapun jika seorang ternyata disempitkan rezekinya maka dia berinfak sesuai kemampuannya."(QS Ath Thalāq: 7)

Ada orang kaya raya, kenapa dia pelit kepada anak istrinya?

Harusnya dia memberi kelapangan kepada mereka karena kata Allāh:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ ۖ
"Hendaknya seorang yang diberi kelapangan dia berinfaq sesuai dengan kelapangannya."

Namun ingat Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, bukan berarti kalau seseorang agar tidak pelit kemudian dia menghamburkan uang-uang sampai pada tingkatan mubazir, tentunya tidak boleh.
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (*) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
"Janganlah kalian berbuat tabdzir. Sesungguhnya orang yang melakukan tabdzir (mubazir) itu teman-temannya syaithan."(QS Al Isrā: 26-27)

==> Karena syaithan ingin kita menghamburkan uang tidak pada tempatnya.

Makanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menguji ibadurrahman (orang-orang yang dipuji oleh Allāh) pada surat Al Furqan (ayat 67). Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla diantara ciri mereka:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
"Yaitu orang-orang yang takkala mereka berinfaq mereka tidak mubadzir (tidak berlebih-lebihkan, tidak israf) namun juga tidak pelit, tapi mereka diantara keduanya."

Maka seseorang hendaknya berusaha menghindarkan dirinya dari sifat pelit namun juga jangan sampai terjerumus dalam sikap mubazir.

Ini yang berkaitan dengan pelit.

Adapun perangai yang kedua yaitu kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam سُوْءٌ خُلُقُ (akhlak yang buruk).

Aklak yang buruk itu umum. Segala perkara yang merupakan perangai yang buruk maka hendaknya seorang muslim menjauhkan dirinya terutama yang berkaitan dengan muamalah terhadap orang lain.

Ingat, kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam:
وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
"Seandainya Engkau Muhammad adalah seorang yang kasar (perkataannya keras dan kasar) dan hatinya keras, maka orang-orang akan berpaling menjauh darimu."(QS Ali Imrān: 159)

Padahal orang-orang di sini adalah para sahabat, kalau Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam orangnya sikapnya keras dan mulutnya kasar maka para sahabat yang begitu mulia akan lari dari nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Oleh karenanya, ini menunjukkan bahwasanya di zaman sekarang ini kita sangat butuh untuk berhati lembut dan juga untuk bersikap lemah lembut. Apalagi yang kita hadapi bukanlah orang-orang yang setara dengan para sahabat.

Maka terutama para da'i, para Ikhwān dan Akhwāt yang mereka menyeru pada sunnah, hendaknya mereka berhias dengan akhlak yang mulia.

Akhlak yang mulia sangat nampak pada lisan.

Oleh karenanya seseorang hendaknya berusaha untuk berkata-kata yang lemah lembut, tidak mudah menyakiti hati orang lain dan juga berusaha untuk berakhlak mulia dalam segala hal.

Dan akhlak mulia tentunya, sebagaimana pernah kita jelaskan, bisa diusahakan.

Akhlak yang buruk bisa ditinggalkan dan akhlak yang baik bisa diusahakan.

Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً
"Barang siapa yang berusaha untuk sabar maka Allah akan menjadikan dia penyabar."(HR Bukhari nomor 1469)

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
"Aku menjamin istana di bagian atas surga bagi orang yang memperindah akhlaknya."

Berarti akhlak yang indah bisa diusahakan.

Seseorang hendaknya berusaha menghindarkan dirinya dari su'ul khuluq (perangai yang buruk).

--> Jika seseorang tahu bahwa dirinya pemarah maka dia lawan akhlak tersebut.
--> Jika seseorang tahu dia mulutnya ceplas-ceplos, suka menyakiti orang lain, maka dia lawan akhlak tersebut.
--> Jika seseorang tahu dia pelit, maka dia lawan akhlak tersebut.

Dan berdoa agar Allah menghiaskan kepada dia akhlak yang mulia.

Wallāhu Ta'āla A'lam bishshawab.

Demikian penjelasan kita tentang hadits ke 18.
__________

Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
------------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA

Akhlak Yang Buruk Dan Al Bukhl / Pelit (Bagian 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 07 Rabi'ul Akhir 1438 H / 05 Januari 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 18 | Akhlak Yang Buruk dan Al Bukhl/Pelit (Bagian 2/3)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H18-2
~~~~~~~

AKHLAK YANG BURUK DAN AL-BUKHL/PELIT (BAGIAN 2/3)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwān dan Akhwāt sahabat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masih melanjutkan bahasan tentang hadits nomor 18 tentang buruknya akhlak yang buruk dan sifat al bukhl (pelit).

Telah kita sebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang tercelanya sifat pelit, oleh karenanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa agar terjauhkan dari sifat pelit, seperti doa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ و الْبُخْلِ
"Ya Allāh, aku berlindung kepada Engkau dari sifat penakut dan juga sifat pelit."

(Riyadush Shalihin, diriwayatkan oleh Imam Bukhari nomor 5893 versi Fathul Bari nomor 6370 dengan lafazh yang berbeda)

Penakut dan pelit adalah perkara yang buruk. Tidak pantas dimiliki seorang mu'min, tidak terkumpulkan di hati seorang mu'min, kenapa?

Karena sifat bukhl itu menunjukkan lemahnya iman seorang.

Oleh karenanya tidaklah seorang itu bakhil atau tidaklah seorang itu pelit, kecuali jika disertai dengan su'uzhan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dia berburuk sangka kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dia menyangka kalau harta tersebut dia keluarkan maka hartanya akan berkurang, tidak akan diganti oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Berarti berburuk sangka kepada Allāh dan kurangnya keimanan dia kepada hari akhirat.

Karenanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala menyeru hal-hal yang berkaitan dengan berbuat baik kepada orang lain, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengkaitkan dengan iman kepada Allāh dan hari akhir, contohnya:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
"Barang siapa yang beriman kepada Allāh dan hari akhirat, maka hendaknya dia memuliakan tamunya."(HR Muslim nomor 67 versi Syarh Muslim nomor 47)

Memuliakan tamunya butuh biaya: menjamu tamu, membelikan makanan. Kalau orang pelit susah menjamu tamu, dia akan menjamu tamu seadanya. Seharusnya seseorang harus berusaha menjamu tamu dengan sebaik-baiknya.

Makanya Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat."

Ini butuh keimanan kepada hari akhirat

Oleh karenanya Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam juga mengatakan:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.”(HR Muslim nomor 4689 versi Syarh Muslim nomor 2588)

Butuh orang yang imannya kuat untuk meyakini hal ini. Sehingga dia bisa melawan rasa pelitnya. Sehingga dia bisa keluarkan harta di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karena ini orang yang pelit maka terkumpul padanya su'uzhan (berburuk sangka kepada Allāh) Menyangka hartanya tidak akan kembali, kemudian yang kedua kurang beriman terhadap janji-janji Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian perkara berikutnya yang disampaikan adalah bakhil.

Sifat bukhl (sifat pelit) ada beberapa bentuknya. Diantara bentuk yang paling nampak adalah bakhil terhadap harta yaitu tidak mau mengeluarkan uang, tidak mau sedekah, tidak mau bantu orang lain.

Namun sebenarnya pelit itu juga bukan hanya pada harta, bisa juga pelit dengan kedudukan. Dia punya kedudukaan, dia bisa memberi syafaat, bantu orang lain, namun dia tidak mau, dia merasa repot.

Ada juga orang yang pelit dengan waktunya. Dia mungkin tidak punya uang untuk bantu orang lain tapi sebenarnya dia bisa bantu dengan waktu. Menyisihkan waktu dia untuk bantu orang lain.

Atau juga pelit dengan tenaganya dan lain-lain.

Pelit itu bentuknya banyak. Diantara bentuk pelit yang buruk adalah pelit dengan ilmu. Karena ada sebagian orang yang mereka punya ilmu namun dia sembunyikan ilmunya, tidak mau disampaikan kepada orang lain. Seakan-akan harus dia yang tahu sendiri ilmu tersebut.

Ini indikasi bahwasanya orang ini orang yang riya'. Dia ingin tampil beda, ingin disanjung maka ilmunya tidak sebarkan kepada orang lain.

Kalau seseorang punya ilmu hendaknya dia tidak usah pelit dengan ilmu tersebut.

Oleh karenanya, disebutkan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam itu jawad (sangat dermawan). Dalam segala hal Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dermawan, termasuk diantaranya dermawan dengan ilmu.

Jika ada orang yang bertanya kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka Nabi jelaskan.

Jika ada yang perlu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beritahukan kepada umatnya, maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beritahukan.

Demikianlah juga kita dapati para ulama, mereka sangat dermawan dengan ilmu mereka. Bahkan, seperti yang saya diceritakan tentang Syaikh bin Baz hafizhahullāhu Ta'āla, tatkala musim haji, beliau memegang telepon menjawab pertanyaan begitu banyak. Beliau tidak pelit dengan ilmu-ilmu beliau.

Orang-orang merasa butuh bertanya kepada beliau maka beliau menjawab pertanyaan. Sampai ada Syaikh yang bercerita kepada saya tatkala melihat Syaikh bin Baz, dia pun merasa kasihan kepada Syaikh bin Baz. Karena begitu waktunya habis, suaranya serak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada beliau. Beliau tidak pelit dengan ilmu.

Dan orang yang pelit dengan ilmu lebih tercela daripada orang yang pelit dengan harta. Karena kalau orang yang pelit dengan ilmu selain merupakan indikasi riya', juga kita tahu kalau orang yang membagikan ilmunya, ilmunya tidak akan habis bahkan bertambah, semakin kokoh.

Orang kalau punya ilmu kemudian diceramahkan, ilmunya tidak akan habis. Bahkan semakin kokoh dan akan semakin tidak lupa dengan ilmu tersebut.

Beda dengan harta, kalau harta secara zhahirnya, kalau kita infakkan akan berkurang.

Oleh karenanya orang yang pelit dengan ilmu lebih parah dari pada orang yang pelit dengan hartanya.

Demikian Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati oleh Allāh, in syā Allāh kita lanjutkan pada kajian berikutnya.

Wallāhu Ta'āla A'lam bishshawab
__________

Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
------------------------------------------
BACA SELENGKAPNYA
Privacy Policy      Disclaimer      Sitemap      Contact Us      © 2017  Ekataba
Powered by Blogger