Rabu, 15 Februari 2017

Ketika Sendiri Selalu Diawasi

Ketika Sendiri Selalu Diawasi

عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ) قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا ، جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ ، قَالَ : ( أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا ).
Terjemah Hadits:
“Dari Tsauban dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam Beliau bersabda, ‘Sungguh aku beritahukan tentang beberapa kaum dari umatku yang datang di hari kiamat membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya seperti debu yang beterbangan.
Tsauban bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah gambarkan mereka kepada kami! Jelaskanlah kepada kami siapa mereka agar kami tidak termasuk mereka dalam keadaan kami tidak mengetahuinya. Beliau Shallallahu ‘alayhi wa sallam menjawab, “Adapun mereka itu adalah saudara-saudara kalian dan dari bangsa kalian serta menghidupkan malam hari seperti kalian menghidupkannya. Namun mereka adalah kaum-kaum yang apabila menyendiri (tidak ada yang melihatnya) mereka melanggar larangan-larangan Allah.”
(Riwayat Ibnu Majah)

Takhrij Hadits:
Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya, Kitab az-Zuhud, Bab Dzikrudz-Dzunub, 2/1418 no. 4245. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab Silsilah ash-Shahihah no. 505.

Penjelasan Hadits:
Dalam hadits yang mulia ini Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam menekankan perlunya menguatkan sikap muraqabah (selalu merasa diawasi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap keadaan dan waktu) dan menanamkannya dalam jiwa setiap muslim. Kekuatan muraqabah inilah yang menjaga seseorang muslim dari melanggar larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun sedang bersendiri tidak dilihat oleh manusia.
Hadits ini berisi ajakan yang cukup jelas dan tegas kepada kita untuk menanamkan dan menumbuhkan sikap muraqabah dan rasa malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap keadaan sehingga sikap-sikap ini tertanam dan terpatri dalam jiwa kita semua.
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam menggambarkan kepada kita keadaan beberapa kaum yang datang di hari kiamat kelak dengan membawa kebaikan yang sangat banyak sampai-sampai menyerupai butiran pasir yang putih sebesar gunung Tihamah di Yaman. Tapi sayang Allah ‘Azza wa Jalla tidak menghiraukan itu semua dan menghancurkan semuanya bagaikan debu yang beterbangan. Rahasianya tidak lain karena mereka bila tidak dilihat manusia dan dalam keadaan sendiri melanggar larangan-larangan Allah ‘Azza wa Jalla tanpa merasa takut dan malu kepada-Nya. Semua larangan Allah mereka terjang dan langgar ketika sepi dan tidak dilihat orang. Ini semua agar dijadikan pelajaran dari kisah ini sebelum terlambat dan terperosok ke dalam lubang tersebut.

Pelajaran Hadits:
1. Pentingnya menumbuhkan sikap muraqabah dalam jiwa kita dengan mengambil sarananya, di antara sarananya adalah:
a. Memperbaiki pemahaman agama dan berusaha menjadikan aqidah kita serupa dan sama dengan aqidah Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam dan para sahabatnya.
b. Meyakini dengan sempurna bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mengetahui segala sesuatu dalam semua keadaan.
c. Meyakini dengan sempurna bahwa Allah ‘Azza wa Jalla akan menghisab semua amalan kita baik yang nampak ataupun yang tidak nampak.

2. Menyucikan jiwa, di antara caranya adalah:
a. Terus-menerus disiplin dan sinambung melaksanakan ketaatan baik yang bersifat wajib maupun sunnah.
b. Komitmen dengan jama’ah dan hidup bersamanya.
c. Mencari teman yang baik dan shalih.

3. Selalu mawas dan merasa diawasi Allah dalam segala kondisi dan keadaan.
4. Urgensi kisah dalam memantapkan makna kehidupan dalam jiwa dan mengokohkannya.
5. Harus menjaga kebaikan-kebaikan dan berusaha menjauhi larangan Allah ‘Azza wa Jalla.
6. Bahaya melanggar larangan Allah walaupun tidak ada yang melihatnya.

Wallahu a’lam

(Ustadz Kholid Syamhudi, Lc)

Disalin dari Majalah Elfata edisi 11 volume 10 Tahun 2010 dengan sedikit perubahan.

SHARE IT
Facebook Twitter Google Digg StumbleUpon Reddit LinkedIn Pinterest buffer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Privacy Policy      Disclaimer      Sitemap      Contact Us      © 2017  Ekataba
Powered by Blogger